Presiden Iran Masoud Pezeshkian menegaskan kembali sikap tegas negaranya terhadap program nuklir sipil dalam percakapan telepon dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron pada Sabtu, menyatakan bahwa hak Iran atas pengembangan nuklir damai “tidak dapat dicabut oleh ancaman atau perang.”
Pernyataan tersebut muncul ketika Iran memasuki hari kesembilan konfrontasi militer dengan Israel, yang terus melancarkan serangan udara terhadap fasilitas nuklir dan militer Iran sejak 13 Juni. Meski konflik kian memanas, Pezeshkian menekankan bahwa Iran tetap berpegang pada hukum internasional dan terbuka untuk berdialog.
“Iran selalu menyatakan bahwa pihaknya siap memberikan jaminan dan membangun kepercayaan terhadap aktivitas nuklir damainya dalam kerangka hukum internasional,” ujar Pezeshkian, menurut kantor berita IRNA milik pemerintah Iran.
Ia menambahkan bahwa hak-hak yang dijamin oleh hukum internasional tidak bisa dicabut melalui agresi militer. Pezeshkian juga memperingatkan bahwa respons Iran terhadap serangan Israel selanjutnya akan “lebih menghancurkan,” mengisyaratkan potensi eskalasi jika diplomasi gagal.
Sementara itu, Prancis, Inggris, dan Jerman tengah melakukan perundingan dengan pejabat Iran di Jenewa untuk meredakan krisis ini, namun belum membuahkan hasil. Menteri Luar Negeri Iran menegaskan kembali kesiapan Teheran untuk berdiplomasi, tetapi menolak negosiasi di bawah tekanan militer.
Amerika Serikat menyatakan dukungan diplomatik terhadap Israel, namun belum terlibat secara militer. Akses internet di Iran juga masih sangat dibatasi, menyulitkan arus informasi bagi warga dan pengamat internasional.
Pernyataan Presiden Pezeshkian menegaskan posisi lama Iran bahwa ambisi nuklirnya bersifat sipil dan sesuai hukum, meskipun ketegangan kawasan terus meningkat.
Presiden Iran Masoud Pezeshkian
Masoud Pezeshkian merupakan Presiden Iran ke-9 yang mulai menjabat pada 28 Juli 2024. Ia lahir pada 29 September 1954 di Mahabad, Iran, dari ayah berdarah Azerbaijan dan ibu berdarah Kurdi2. Sebelum terjun ke dunia politik, Pezeshkian adalah seorang ahli bedah jantung dan pernah bertugas sebagai dokter di garis depan selama Perang Iran–Irak.
Karier politiknya dimulai pada akhir 1990-an saat ia bergabung dengan pemerintahan Presiden Mohammad Khatami sebagai Wakil Menteri Kesehatan, lalu menjabat sebagai Menteri Kesehatan dan Pendidikan Kedokteran dari 2001 hingga 20052. Ia kemudian terpilih menjadi anggota parlemen selama lima periode berturut-turut (2008–2024), mewakili daerah Tabriz, Osku, dan Azarshahr.
Pezeshkian dikenal sebagai tokoh reformis yang moderat. Ia mengkritik keras penindasan terhadap protes rakyat dan penegakan wajib hijab yang ketat, termasuk setelah kematian Jina Mahsa Amini. Ia memenangkan pemilu presiden 2024 setelah kematian mendadak Presiden Ebrahim Raisi, dan menjadi presiden tertua dalam sejarah Iran saat dilantik pada usia 69 tahun.
Dalam kehidupan pribadinya, Pezeshkian adalah duda sejak tahun 1993 setelah istri dan salah satu anaknya meninggal dalam kecelakaan mobil. Ia membesarkan tiga anaknya sendiri dan tidak pernah menikah lagi.