Resiko Mengonsumsi Kol Goreng: Lezat Tapi Perlu Waspada

Resiko mengonsumsi kol goreng

Inilah kenikmatan makan di pecel lele, tanpa kol goreng rasanya ada yang kurang. Di balik kenikmantannya ternyata memiliki resiko kesehatan. Kol juga di sebut kubis.

Kol goreng sering dijadikan pelengkap makanan di berbagai hidangan Nusantara. Rasanya yang gurih dan teksturnya yang renyah setelah digoreng memang menggoda. Namun, di balik kelezatan itu, ada beberapa risiko kesehatan yang perlu diperhatikan:

1. Pembentukan Senyawa Berbahaya Saat kol digoreng dalam suhu tinggi, terutama jika menggunakan minyak yang dipakai berulang kali, dapat terbentuk senyawa berbahaya seperti akrilamida. Senyawa ini bersifat karsinogenik dan berpotensi meningkatkan risiko kanker jika dikonsumsi terus-menerus dalam jangka panjang.

2. Hilangnya Nutrisi Kol mengandung vitamin C dan antioksidan yang tinggi. Namun, proses penggorengan dapat menghancurkan sebagian besar kandungan vitamin ini, sehingga nilai gizinya pun menurun drastis.


3. Meningkatkan Kandungan Lemak dan Kalori Proses penggorengan akan menambahkan lemak dan kalori pada kol, terutama jika menggunakan minyak banyak dan diserap oleh sayuran. Ini bisa berkontribusi pada kenaikan berat badan atau masalah kolesterol jika dikonsumsi berlebihan.

4. Risiko Gangguan Pencernaan Beberapa orang mungkin mengalami perut kembung atau gas setelah mengonsumsi kol, apalagi dalam bentuk gorengan yang lebih sulit dicerna dibandingkan kol mentah atau rebus.

Mengonsumsi kol goreng sesekali dalam porsi wajar umumnya aman. Namun, untuk menjaga kesehatan jangka panjang, sebaiknya variasikan cara mengolah kol, misalnya dengan merebus atau menumis menggunakan sedikit minyak. Keseimbangan dan variasi dalam pola makan adalah kunci.

Kandungan Nutrisi dalam Kol (per 100 gram kol mentah)

  • Kalori: Sekitar 25 kkal
  • Air: ± 92%
  • Karbohidrat: ± 6 gram
  • Serat: ± 2,5 gram — baik untuk pencernaan
  • Protein: ± 1,3 gram
  • Lemak: < 0,1 gram — sangat rendah lemak

Vitamin dan Mineral Penting

  • Vitamin C: Tinggi — membantu daya tahan tubuh dan sebagai antioksidan
  • Vitamin K: Penting untuk pembekuan darah dan kesehatan tulang
  • Vitamin B6: Mendukung metabolisme dan fungsi saraf
  • Folat (Vitamin B9): Penting untuk pembentukan sel darah merah dan kehamilan sehat
  • Kalium: Menjaga keseimbangan elektrolit dan tekanan darah
  • Kalsium dan Magnesium: Berperan dalam kesehatan tulang dan otot

Senyawa Aktif

Kol juga mengandung senyawa fitokimia seperti glukosinolat dan sulforaphane, yang diyakini memiliki efek perlindungan terhadap sel kanker dan peradangan.

Kol memiliki beragam nama tergantung pada daerah dan konteks budayanya:

  • Kubis: Nama resmi dalam Bahasa Indonesia, digunakan di literatur dan pelabelan produk.
  • Cabbage: Dalam Bahasa Inggris.
  • Kobis: Sebutan umum di Malaysia.
  • 甘蓝 (Gān lán):** Istilah dalam Bahasa Mandarin.
  • キャベツ (Kyabetsu):** Dalam Bahasa Jepang, serapan dari “cabbage”.
  • Brassica oleracea var. capitata: Nama ilmiahnya—bagian dari keluarga kubisan (Brassicaceae)

Sejarah Singkat Kol

Kol merupakan salah satu sayuran yang telah dibudidayakan sejak ribuan tahun lalu, dan punya sejarah menarik:

  • Asal-usul: Kol berasal dari Eropa Selatan dan Mediterania. Versi liar dari tanaman ini tumbuh di daerah pesisir dan telah dikonsumsi sejak zaman Yunani dan Romawi kuno.
  • Penggunaan awal: Bangsa Romawi menggunakan kol untuk pengobatan dan sebagai makanan pokok. Mereka percaya kol bisa membersihkan tubuh dan menyembuhkan berbagai penyakit.
  • Penyebaran global: Kol menyebar ke Asia dan belahan dunia lain melalui perdagangan dan kolonialisme. Di Asia Timur, kol menjadi bagian penting dalam masakan seperti kimchi di Korea dan okonomiyaki di Jepang.
  • Modernisasi: Saat ini kol tersedia dalam berbagai varietas—kol ungu, kol putih, kol keriting—dan dijadikan bahan dasar berbagai hidangan dunia, dari soto sampai sauerkraut.

Selanjutnya
close