Pandangan tersebut disampaikan Founder & CEO Media Buffet PR, Bima Marzuki, dalam ajang Seedbacklink Summit 2026 bertajuk Marketing & Communication Outlook 2026 yang digelar di Jakarta, Sabtu (20/12/2025). Dalam kesempatan tersebut, Bima menegaskan bahwa penggunaan AI belum sepenuhnya dapat diandalkan sebagai pengganti alat pencarian konvensional seperti Google.
Menurut Bima, salah satu persoalan paling krusial dalam pemanfaatan AI saat ini adalah akurasi data. Ia menilai, hasil yang dihasilkan AI kerap terlihat rapi, sistematis, dan meyakinkan secara struktur. Akan tetapi, ketika diverifikasi secara manual, tidak sedikit informasi yang ternyata keliru atau tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya.
Advertisement
Sebagai contoh, Bima membagikan pengalamannya saat menggunakan AI untuk menganalisis komentar dan konten media sosial sebagai dasar penyusunan strategi komunikasi. Dalam proses tersebut, AI diminta untuk mengkaji beberapa akun media sosial dengan parameter tertentu, mulai dari sentimen, pola komentar, hingga kecenderungan respons audiens.
“Dalam prosesnya, AI menganalisis sejumlah akun media sosial berdasarkan parameter yang kita tentukan,” ujarnya.
Pada tahap awal, hasil analisis yang disajikan AI terlihat komprehensif dan seolah dapat langsung dijadikan acuan. Namun setelah dilakukan pengecekan ulang secara manual, ditemukan banyak ketidaksesuaian dengan data riil di lapangan. Setelah melalui proses koreksi dan revisi, barulah AI mengakui adanya keterbatasan dalam analisis tersebut.
Advertisement
“Jadi memang ada masalah akurasi. Bukan cuma dalam konteks bisnis, bahkan di platform AI yang paling umum dan sering digunakan pun, masalah akurasi itu masih sering muncul,” kata Bima.
Selain akurasi, keterbatasan AI juga terlihat dari sisi eksekusi dan keandalan waktu kerja. Bima mengungkapkan pengalamannya ketika meminta AI melakukan crawling pemberitaan terkait klien dalam rentang waktu enam bulan terakhir. Secara logika, tugas tersebut sejatinya dapat diselesaikan oleh satu orang staf humas dalam waktu satu hari kerja.
Namun kenyataannya, ketika pekerjaan itu dialihkan ke AI, justru muncul berbagai kendala yang tidak terduga. Hingga tenggat waktu yang ditentukan, hasil crawling yang diharapkan tak kunjung diselesaikan. Kondisi ini menunjukkan bahwa AI belum sepenuhnya mampu bekerja secara konsisten dan dapat diandalkan untuk tugas-tugas tertentu.
Advertisement
“Di situlah saya melihat kita sedang berada di persimpangan. AI memang membantu, tetapi belum tentu selalu lebih efektif dibandingkan kerja manusia,” imbuhnya.
Lebih jauh, Bima juga menyoroti fenomena AI FOMO atau rasa takut tertinggal dalam adopsi AI yang kini melanda banyak pelaku industri. Fenomena ini membuat sebagian pihak beranggapan bahwa AI akan segera menggantikan peran mesin pencari seperti Google dalam waktu dekat.
Padahal, jika melihat data terbaru, volume pencarian di Google masih jauh lebih besar dibandingkan penggunaan AI berbasis percakapan. Google masih menjadi rujukan utama masyarakat untuk mencari informasi yang cepat, terverifikasi, dan beragam sumbernya.
Advertisement
Menurut Bima, tingginya tingkat miskalkulasi atau misakurasi pada AI membuat perannya belum bisa disamakan dengan mesin pencari. Terlebih, Google memiliki ekosistem yang matang, algoritma yang terus diperbarui, serta sistem verifikasi informasi yang lebih mapan.
“AI masih banyak misakurasinya. Jadi sebelum kita terlalu FOMO dengan AI, ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan secara realistis,” ujarnya.
Ia pun menilai, setidaknya dalam satu hingga dua tahun ke depan, AI belum akan mampu menggantikan Google sepenuhnya. AI saat ini masih lebih tepat diposisikan sebagai alat bantu atau pendukung kerja, bukan sebagai pengganti total sistem pencarian informasi.
Advertisement
Dengan demikian, meskipun perkembangan AI patut diapresiasi, pengguna tetap dituntut untuk bersikap kritis dan tidak sepenuhnya bergantung pada hasil yang diberikan teknologi tersebut. Verifikasi manual, pemahaman konteks, serta peran manusia masih menjadi faktor kunci dalam memastikan kualitas informasi.
“AI itu membantu, tapi bukan segalanya. Untuk sekarang, dan mungkin beberapa tahun ke depan, Google masih akan tetap menjadi rujukan utama,” pungkas Bima.
Advertisement
Cek berita teknologi, review gadget dan video Gadgetdiva.id di
Google News.
Baca berita otomotif untuk perempuan di
Otodiva.id,
kalau butuh in-depth review gadget terkini kunjungi
Gizmologi.id.
Bagi yang suka jalan-jalan, wajib baca
Traveldiva.id.
AI Belum Bisa Gantikan Google dalam Waktu Dekat, Masalah Akurasi Masih Menghantui – Firda Zahara